Ticker

6/recent/ticker-posts

Advertisement

LAPORAN PENDAHULUAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASI (BPH)

A.      DEFINISI

Pembesaran kelenjar prostat, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisium uretra (Smeltzer, 2001).

Pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, 2000).

Hiperplasia kelenjar periuretral yang  asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Sjamsuhidayat, 2004).

 

B.       ETIOLOGI

Perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun, dan terjadi konvensi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer (Mansjoer, 2000).

 

C.      MANIFESTASI KLINIS

Peningkatan frekuensi berkemih, noktusia, dorongan ingin berkemih ‘anyang-anyangan’, abdomen tegang volume urine menurun harus mengejan saat berkemih, aliran urine tidak lancar, dribling (urine terus menerus setelah berkemih, retensi urine akut, kekambuhan infeksial kemih). Azotemia (akumulasi sampah nitrogen), gagal ginjal dan retensi urin kronis, volume residu semakin besar. Gejala generalisata termasuk kelelahan, anoreksia, mual muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik (Price, 2001).

 

D.      PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan colon dubur, untuk mengetahui konsistensi. Pengukuran sisa urine dengan kateter atau USG. USG dapat secara transhbdominal/transrektal menentukan keadaan patologi. Foto polos perut da pielografi intravena mengetahui penyakit ikutan. Sistografi untuk memberi gambaran kemungkinan tumor atau penyebab hematoli jika terjadi.

 

E.       PENATALAKSANAAN

Terbagi 2 yaitu bedah dan non bedah tergantung penyebab, keparahan obstruksi dan kondisi pasien, ukuran kelenjar dan usia.

Penatalaksanaan non bedah :

-          Pemasangan kateter, kateter lunak dengan kawat, atau kateter logam.

-          Sistostoma suprapubik bila kateter tidak memungkinkan.

-          Pengobatan konservatif misal adenoreseptor alfa, tidak untuk jangka panjang.

Penatalaksanaan bedah, terbagi bedah tertutup dan terbuka.

-          Insisi Prostat Transuretual (TIUP), membuat 1 atau 2 insisi di prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat.

-          Reseksi transuretral prostat (TUR/TURP) kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik.

Penatalaksanaan bedah terbuka

-          Prostatektomi suprapubis : melalui insisi abdomen ke dalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.

-          Prostatektomi perianal : melalui dalam perineum.

-          Prostatektomi retropubik. Insisi abdomen rendah antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

F.       PATOFISIOLOGI

Perubahan hormon

clip_image001
 


Pembesaran prostat

clip_image002                                                                              Pot. Infeksi

clip_image003Serat detrosor menebal

clip_image004                                                                              Pasang kateter

clip_image005Menonjol ke kandung kemih

clip_image006clip_image007                                                                              Retensi urin

clip_image008clip_image009clip_image010clip_image011Kontriksi clip_image013                     Gejala obstruksi            Frekuensi miksi clip_image015

clip_image001[1]                                                                              Disuria

Dekompensasi vesika                                            Miksi sulit ditahan

clip_image001[2]
 


Tek. Intravesika

clip_image002[1] 


clip_image016clip_image017Retensi kronik                  Batu endapan              Hematoci

clip_image018
clip_image019
 


clip_image020Hernia

clip_image021Ps. Mengejan                                                           Cemas

Hemoroid

 

 

G.      ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Retensi urin (akut/kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik; pembesaran prostat; dekompensasi defursor (Doengoes, 2000).

Tujuan :    Berkemih dengan jumlah cukup, tak teraba distensi kandung kemih.

Intervensi :

1.      Dorong pasien batuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.

R :   Meminimalkan retensi urine distensi berlebihan pada kandung kemih.

2.      Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.

R :   Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.

3.      Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. Perhatikan penurunan haluaran urine dan perubahan berat jenis.

R :   Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas, dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Filter dan konsentrasi substansi terganggu.

4.      Perfusi/palpasi area suprapubik.

R :   Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area suprapubik.

5.      Dorong masukan cairan sampai 3000 ml/hari, dalam toleransi jantung, bila diindikasikan.

R :   Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih.

6.      Awasi tanda vital; observasi hipertensi, edema, perubahan mental. Pertahankan masukan dan pengeluaran akurat.

R :   Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik.

7.      Berikan/pasang kateter dan perawatan perianal.

R :   Menurunkan resiko infeksi asenden.

8.      Berikan obat sesuai indikasi.

R :   Menghilangkan spasme kandung kemih, profilaksi infeksi.

 

2.      Resiko infeksi berhubungan dengan invasif, insisi bedah, trauma jaringan (Doengoes, 2000).

Tujuan :    Tidak mengalami tanda infeksi.

Intervensi :

1.      Pertahankan sistem kateterisasi steril, perawatan kateter, salep di sekitar sisi kateter (antibiotik).

R :   Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/sepsis lanjut.

2.      Ambulasi dengan kantung drainase dependen.

R :   Menghindari refleks balik urine, dapat memasukkan bakteri ke dalam kandung kemih.

3.      Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil nadi dan pernafasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.

R :   Pasien yang mengalami sistoskopi, TURP, berisiko untuk syok bedah/sepsis sampai dengan manipulasi/instrumentasi.

4.      Observasi drainase luka, kateter suprapubik.

R :   Drain, insisi suprapubik meningkatkan resiko infeksi, diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.

5.      Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.

R :   Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan media pertumbuhan bakteri.

6.      Berikan antibiotik sesuai indikasi.

 

3.      Ansietas berhubungan dengan kemungkinan prosedur bedah (Doengoes, 2000).

Tujuan :    Klien tampak rileks.

                 Ansietas menurun.

Intervensi :

1.      Selalu ada untuk pasien, hubungan saling percaya dengan pasien.

R :   Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu, membantu dalam diskusi tentang subjek sensitif.

2.      Berikan informasi tentang prosedur/tes khusus dan yang akan terjadi.

R :   Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan.

3.      Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur, lindungi privasi.

R :   Penerimaan dan menghilangkan rasa malu pasien.

4.      Dorong pasien menyatakan masalah.

R :   Mendefinisikan masalah memberikan kesempatan menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah.

5.      Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya.

R :   Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberian perawatan dan pemberian informasi.


DAFTAR PUSTAKA

 

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Mansjoer, A., 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta.

Price Wilson, 2000, Patologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.

Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Posting Komentar

0 Komentar