Ticker

6/recent/ticker-posts

Advertisement

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT REMATIK

I. DEFINISI

Penyakit rematik (arthritis/radang sendi) merupakan suatu keadaan yang sebenarnya terdiri atas lebih dari seratus tipe kelainan yang berbeda. Penyakit ini terutama mengenai otot-otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian pada laki-laki maupun wanita dengan segala usia. Sebagian gangguan lebih besar kemungkinannya untuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan pasien (hasil rontgen usia 75 tahun menunjukkan bukti klinis aoteoartritis) atau lebih menyerang jenis kelamin yang satu dibanding yang lain (wanita pascamenopause). Meskipun penyakit arthritis menjangkiti segala usia, mulai dari usia bayi hingga anak-anak, remaja dan dewasa, penyakit ini sering dianggap sebagai akibat penuaan yang tidak bisa terelakkan oleh pasien, keluarga dan masyarakat sebagai satu kesatuan. Banyak lansia yang mengira dan menerima imobilitas serta masalah keperawatan mandiri yang berhubungan dengan penyakit rematik dan tidak mencari bantuan karena menganggap tidak ada satupun yang bisa dilakukan. Diagnosis yang cermat dan terapi yang tepat dapat memperbaiki kualitas hidup lansia yang menderita arthritis (Brunner & Suddarth, 2001).

II. KLASIFIKASI

Penyakit rematik diklasifikasikan menjadi sepuluh kategori yang menunjukkan berbagai bentuk kelainan multisistem yang menyusun penyakit rematik, yaitu :

1. Penyakit jaringan ikat yang difus seperti arthritis rheumatoid, arthritis juvenilis, lupus eritomatosus (discoid, sistemik, drug related), scleroderma (lokalisata, sclerosis sistemik), poliomyelitis, sindrom Sjogren, sindrom overlap (penyakit jaringan ikat campuran), lain-lain (polimialgia rematika, eritema nodusum).

2. Artritis yang disertai spondilitis (spondiloarthropati) termasuk ankilosing spondilitis, sindrom reiter, arthritis psoriatic, arthritis yang disertai penyakit usus inflamatori.

3. Osteoartritis yaitu penyakit sendi degeneratif primer atau sekunder.

4. Sindrom rematik yang berkaitan dengan unsur infeksius lansung/direk (bakterial, fungal, viral, parasitik); reaktif (bakterial, viral, pascaimunisasi).

5. Kelainan metabolik dan endokrin yang disertai keadaan rematik seperti keadaan yang berkaitan dengan pembentukan kristal (gout, pseudogout), abnormalitas biokimia (amiloidosis, hemofilia), penyakit endokrin (DM, akromegali), penyakit imunodefisiensi, kelainan herediter (sindrom hipermobilitas).

6. Neoplasma primer atau sekunder (metastatik, multipel mieloma, leukemia).

7. Kelainan neurovaskular seperti sendi Charcot, sindrom kompresi (Carpal tunnel syndrome, radikulopati, stenosis spinalis)

8. Kelainan tulang, periosteum dan kartilago antara lain osteoporosis, osteoartropati hipertrofik, hiperostosis skeletal idiopatik difusa, penyakit paget pada tulang.

9. Kelainan ekstra-artikuler termasuk lesi jukstaartikularis (bursitis, lesi tendon de quervain, epikondilitis, kista poplitea/Baker), nyeri punggung bawah, kelainan diskus intervertebralis, sindrom nyeri regional (metatarsalgia, nyeri servikal).

10. Kelainan lainnya yang disertai manifestasi artikuler seperti reumatisme palindromik, hidrartrosis intermiten, sarkoidosis, hepatitis aktif kronik.

III. MANIFESTASI KLINIS

Rasa nyeri merupakan gejala penyakit rematik yang paling sering menyebabkan seseorang mencari pertolongan medis. Gejala sering lainnya mencakup pembengkakan sendi, gerakan yang terbatas, kekakuan, kelemahan dan perasaan mudah lelah.

IV. PATOFISIOLOGI

Fungsi persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati tiap orang tidak memiliki kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan. Pada sendi yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar-tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.

Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit rematik. Meskipun memiliki keanekaragaman mulai dari kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan multisistemik, semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu yang bisa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit rematik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang terlibat merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukaan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun. Sebaliknya, pada rematik degeneratif dapat terjadi proses inflamasi yang sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat pada penyakit yang lanjut. Sinovitis dapat berhubungan dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari kartilago artikuler yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat terlibat juga.

Lansia secara umum mengalami perubahan fungsi sistem muskuloskeletal dimana tulang kehilangan density dan makin rapuh, kifosis, discus intervetebralis menipis dan menjadi pendek, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengkerut dan mengalami skelerosis dan atrofi serabut-serabut otot sehingga lansia beresiko menderita penyakit reumatik.

V. KOMPLIKASI

Dampak penyakit rematik dapat mengancam jiwa penderitanya atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh penyakit ini tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas aktivitas hidup sehari-hari tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas yang dapat menimbulkan kegagalan organ dan kematian atau mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan citra diri serta gangguan tidur. Osteoatritis merupakan keadaan yang membatasi aktivitas dan paling prevalen dengan semakin lanjutnya usia, dapat menyebabkan lebih banyak disabilitas total di antara pasien-pasien tua daripada banyak penyakit lain yang dianggap lebih serius seperti stroke atau kanker.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Artrosentesis (aspirasi cairan sinovial dengan jarum). Cairan sinovial yang normal harus tampak jernih, viskus, berwarna kuning seperti jerami dengan volume yang sedikit dan mengandung beberapa sel.

2. Pemeriksaaan sinar X. Artrografi merupakan teknik diagnostik radiologi untuk mendeteksi kelainan pada jaringan ikat.

3. Pemindaian tulang dan sendi (scanning sendi)

4. Biopsi otot, arteri, kulit

5. Pemeriksaan darah (serum darah)

VII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penyakit rematik perlu melibatkan tim multidisiplin termasuk pasien sendiri harus memahami, mendapat informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan yang terbaik secara mandiri berkenaan dengan penanganan penyakitnya, dan memperoleh program terapi yang dapat disesuaikan dengan gaya hidupnya. Strategi penatalaksanaan penyakit reumatik meliputi :

1. Memberikan obat-obat (antiinflamasi dan untuk modifikasi penyakit) yang bertujuan untuk mensupresi inflamasi dan respon autoimun.

2. Melindungi sendi; meredakan nyeri dengan bidai, bentuk-bentuk terapi suhu, teknik-teknik relaksasi dalam rangka mengendalikan nyeri.

3. Mengimplementasikan program latihan untuk gerakan sendi dan penguatan otot dengan tujuan mempertahankan atau memperbaiki mobilitas sendi.

a) Rentang gerak pasif yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh pasien dengan nyeri yang hebat (proses inflamasi eksaserbasi akut).

b) Gerakan aktif dengan bantuan atau rentang gerak dalam batas toleransi nyeri sehingga dapat dilaksanakan dengan bantuan orang lain atau dengan alat bantu pada pasien dengan nyeri sedang/minimal (proses inflamasi subakut)

c) Rentang gerak aktif; isometrik yang dapt dilakukan sendiri oleh pasien dengan proses peradangan inaktif;remisi; nyeri minimal atau tanpa nyeri.

4. Menggunakan sarana/teknik-teknik adaptasi untuk mempertahankan atau memperbaiki status fungsional.

5. Menyampaikan dan menyegarkan kembali informasi yang diajarkan kepada pasien yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien terhadap proses penyakit.

6. Meningkatkan penatalaksanaan mandiri oleh pasien yang kompatibel dengan program terapi untuk menegaskan kompatibilitas program terapi dengan gaya hidup.

KONSEP DIRI

I. DEFINISI

Konsep diri merupakan persepsi subyektif seseorang terhadap dirinya meliputi persepsi fisik, emosi dan atribut sosial berdasarkan pada apa yang dipercaya oleh seseorang terhadap pandangan orang lain terhadap dirinya yang berbentuk keyakinan, kepercayaan dan semua pemikiran sehingga dapat mengetahui dirinya dan mempengaruhi hubungan dengan orang lain.

II. KOMPONEN KONSEP DIRI

1. Identitas personal

Kesadaran diri yang berasal dari pengamatan dan pendapat pribadi yang dapat menimbulkan pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan kesinambungan konsistensi dan keunikan individu. Identitas personal berhubungan dengan atribut seseorang, persepsi seksualitas yang dapat dibentuk sejak bayi dan berlangsung sepanjang hidup tetapi merupakan tugas perkembangan utama pada masa remaja.

2. Citra tubuh

Kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap dirinya dan merupakan pusat dari konsep diri. Citra tubuh meliputi pandangan masa lalu dan sekarang serta perasaan tentang ukuran fungsi penampilan dan potensi yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru.

3. Ideal diri

Persepsi individu tentang bagaimana berperilaku berdasarkan pada standar, aspirasi tujuan dan nilai personal individu.

4. Harga diri

Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang dengan ideal diri

5. Penampilan peran

Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial yang terpilih/dipilih oleh individu.

III. PERILAKU DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI

1. Mengkritik diri sendiri dan orang lain

2. Produktivitas menurun

3. Merasa gagal

4. Psychosomatic illness

5. Perilaku merusak diri sendiri dan orang lain

6. Sensitif

7. Perasaan negatif tehadap tubuh

8. Pesimis

9. Menarik diri

10. Cemas

ISOLASI SOSIAL

I. DEFINISI

Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian secara individu dan dirasakan segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau mengancam.

II. BATASAN KARAKTERISTIK

1. Tidak ada dukungan dari orang penting (keluarga, teman, kelompok)

2. Menarik diri

3. Perilaku bermusuhan

4. Tidak komunikatif

5. Menunjukkan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominan

6. Mencari kesendirian

7. Kontak mata tidak ada

8. Sedih, afek tumpul

9. Mengekspresikan perasaan kesendirian

10. Mengekspresikan perasaan penolakan

11. Tidak merasa aman di kelompok, masyarakat

Posting Komentar

0 Komentar