Ticker

6/recent/ticker-posts

Advertisement

Asuhan Keperawatan Fraktur Cervical

Askep Fraktur Cervical

 

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

2. Patofisiologis dikaitkan dengan KDM

 clip_image001

 

1. Data fokus.

Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal

Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat

Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilang

Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.

Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang

Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL

Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis.

Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada derah trauma.

Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis

Keamanan : suhu yang naik turun

2. Pemeriksaan diagnostik

Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)

CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas

MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal

Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru

AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

3. Diagnosa keperawatan

3.1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma

Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen

Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < 45, rr = 16-20 x/mt, tanda sianosis –

Intervensi keperawatan :

  1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.
  2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.
  3. Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
  4. Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.
  5. Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera
  6. Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma
  7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
  8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
  9. Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
  10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.
  11. Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan

3.2 Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan

Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.

Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.

Intervensi keperawatan :

  1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum
  2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman
  3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif
  4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop
  5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik
  6. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
  7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.

3.3 Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera

Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan

Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang

Intervensi keperawatan :

  1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
  2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
  3. Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.
  4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
  5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.

5.4 Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.

Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi

Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali

Intervensi keperawatan :

1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.

2. Observasi adanya distensi perut.

3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.

4. Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces

5. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus

5.5 Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.

Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan

Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada

Intervensi keperawatan:

1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal

2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.

3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.

4. Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine

5.6 Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan

Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering

Intervensi keperawatan :

1. Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.

2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi penekanan kulit

3. Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit

4. Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit

5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.

Daftar kepustakaan :

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

Fraktur os.mandibularis

Definisi

Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.

Patofisiologi

Penyebab fraktur adalah trauma

Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :

· Osteoporosis imperfekta

· Osteoporosis

· Penyakit metabolik

Trauma

Trauma, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi dagu langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).

Tanda dan gejala

· Nyeri hebat di tempat fraktur

· Tak mampu menggerakkan dagu bawah

· Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

Pemeriksaan penunjang

· X.ray

· Bone scans, tomogram, atau mri scans

· Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.

· Cct kalau banyak kerusakan otot.

Penatalaksanaan medik

· Konservatif : immobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur.

· Operatif : dengan pemasangan traksi, pen, screw, plate, wire ( tindakan asbarg)

Rencana keperawatan

Prioritas masalah

· Mengatasi perdarahan

· Mengatasi nyeri

· Mencegah komplikasi

· Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan

1. Dx. Keperawatan

Potensial terjadinya syok sehubungan dengan perdarah-an yang banyak

Intervensi

Indenpenden:

· Observasi tanda-tanda vital.

· Mengkaji sumber, lokasi, dan banyaknya per darahan

· Memberikan posisi supinasi

· Memberikan banyak cairan (minum)

Kolaborasi:

· Pemberian cairan per infus

· Pemberian obat koagulan sia (vit.k, adona) dan penghentian perdarahan dengan fiksasi.

· Pemeriksaan laboratorium (hb, ht)

Rasional

· Untuk mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin

· Untuk menentukan tindakan

· Untuk mengurangi per darahan dan mencegah kekurangan darah ke otak.

· Untuk mencegah kekurangan cairan

(mengganti cairan yang hilang)

· Pemberian cairan per infus.

· Membantu proses pembekuan darah dan untuk meng hentikan perdarahan.

Untuk mengetahui kadar hb, ht apakah perlu transfusi atau tidak.

2. Dx. Keperawatan

Gangguan rasa nyaman:

Nyeri sehubungan dengan perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas

Intervensi

Independen:

· Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng-gunakan skala nyeri (0-10)

· Mempertahankan immobilisasi (back slab)

· Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.

· Menjelaskan seluruh prosedur di atas

Kolaborasi:

· Pemberian obat-obatan analgesik

Rasional

· Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindak annya.

· Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.

· Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me ngurangi nyeri.

· Untuk mempersiapkan mental serta agar pasien be-partisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.

· Mengurangi rasa nyeri

3. Dx. Keperawatan

Potensial infeksi sehubungan dengan luka terbuka.

Intervensi

Independen:

· Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.

· Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.

· Merawat luka dengan meng-gunakan tehnik aseptik

· Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.

Kolaborasi:

· Pemeriksaan darah : leokosit

Pemberian obat-obatan :

· Antibiotika dan tt (toksoid tetanus)

· Persiapan untuk operasi sesuai indikasi

Rasional

· Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.

· Meminimalkan terjadinya kontaminasi.

· Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.

· Merupakan indikasi adanya osteomilitis.

· Lekosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi

· Untuk mencegah kelanjutan terjadinya infeksi dan pencegahan tetanus.

· Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.

4. Dx. Keperawatan

Gangguan aktivitas s/d keru-sakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.

Intervensi

Independen:

· Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.

· Mendorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton tv, membaca koran dll ).

· Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.

· Membantu pasien dalam perawatan diri

· Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. Teratur.

· Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mineral.

Kolaborasi :

· Konsul dengan bagian fisioterapi

Rasional

· Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional)

· Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan me-ngontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.

· Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi ca yang tidak digunakan.

· Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.

· Bedrest, penggunaan analgetika dan perubahan diit dapat menyebabkan penu-runan peristaltik usus dan konstipasi.

· Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan bb, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan bb

· Untuk menentukan program latihan.

5. Dx. Keperawatan

Kurangnya pengetahuan ttg kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi.

Intervensi

Independen:

· Menjelaskan tentang kelainan yg muncul prognosa, dan harapan yang akan datang.

· Memberikan dukungan cara-cara mobilisasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagian fisioterapi.

· Memilah-milah aktifitas yg bisa mandiri dan yang harus dibantu.

· Mengidentifikasi pelayanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)

· Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.

Rasional

· Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan..

· Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan shg keterlambatan penyembuhan disebabkan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.

· Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya (apakah fisioterapist, perawat atau ke- luarga).

· Membantu mengfasilitasi perawatan mandiri memberi support untuk mandiri.

· Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien kooperatif.

 

Daftar kepustakaan

Doenges m.e. (1989) nursing care plan, guidlines for planning patient care (2 nd ed ). Philadelpia, f.a. davis company.

Long; bc and phipps wj (1985) essential of medical surgical nursing : a nursing process approach st. Louis. Cv. Mosby company.

Posting Komentar

0 Komentar