Ticker

6/recent/ticker-posts

Advertisement

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. C DENGAN GANGGUAN SISTIM HEMATOLOGI TALASEMIA DI RUANG MELATI (C3) RSUD KEBUMEN

BAB I

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif (Mansjoer, 2000:397).

Thalasemia adalah sekelompok penyakit/kelainan herediter yang heterogen disebabkan oleh adanya defek produksi hemoglobin normal, akibat kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai kelainan morfologi eritrosit dan indeks-indeks eritrosit (Soeparman 1999).

Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari) dan juga disebabkan oleh adanya defek produksi hemoglobin normal, akibat kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai kelainan morfologi eritrosit dan indeks-indeks eritrosit.

B. PENYEBAB

Penyebab Thalasemia bersifat primer dan sekunder:

- Primer

:

Berkurangnya sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular.

- Sekunder

:

Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma intra vaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikulo endotellal

C. Tanda dan Gejala

Gejala klinis, muka mongoloid, pertumbuhan badan kurang sempurna, pembesaran hati dan limpa, perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan faktur spontan, terutama kasus yang tidak mendapat transfusi darah, dapat juga menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal, zigomatikus, serta maksila.

Pertumbuhan gigi biasanya buruk, sering disertai rerefaksi tulang rahang. Sinusitas (terutama maksilaris) sering kambuh akibat kurang lancarnya drainase. Anemia biasanya berat dan biasanya mulai jelas pada usi beberapa bulan (Soeparman, 1999).

Bayi baru lahir dengan Thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama, bila penyakit ini tidak ditangani, tumbuh kembang akan terlambat, anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemah tubuh dapat diertai demam, terdapat hepatosplenomegali, terjadi perubahan pada tulang.

D. Patofisiologi

Berkurangnya sitensis Hb dan eritropoesis yang telah efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular. Juga bisa disebabkan karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi dan distruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa hati.

Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa/beta hemoglobin berkurang.

Terjadinya hemosidrosis merupakan hasil kombinasi antara transufi berulang peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemiakronis, serta proses hemolisis.

(Mansjoer:2000:497)

Akibat penurunan pembentukan hemoglobin sel darah merah menjadi mikrosistik dan hipokronik.

Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A yang terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dan 2 rantai sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2% pada keadaan normal. Hemoglobin F setelah lahirnya feotus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa yaitu tidak lebih dari 4%. Pada keadaan normal, hemoglobin F terdiri dari 2 ranti alfa dan 2 rantai gama.

Pada Thalasemia satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat pembentukan hemoglobin normal orang dewasa (Hb A). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrok mikrosfer.

Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan Hb A2 atau Hb F tidak terganggu karena tidak mengandung rantai beta dan berproduksi lebih banyak dari keadaan normal, mungkin sebagai kompensasi.

Eritropoesis sangat giat, baik didalam sumsum tulang maupun ekstramedular hati dan limpa. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit mendadak serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan. Walaupun eritropoesis sangat giat. Hal ini tidak mampu mendewasakan eritrosit secara efektif mungkin karena adanya presipitasi didalam eritrosit.

Defek gen-gen yang bersangkutan dalam produksi rantai globin berbeda-beda dan kombinasi defek juga munkin. Maka dari itu ada fariasi yang luas penyakit heterogen ini dan penggolongannya tidak semudah konsep homozigot atau heterozigot.

(Soeparman: 1999)

E. Pathway

Pernikahan penderita Thalasemia carrier

clip_image001

Penurunan penyakit secara resesif

clip_image002

Gangguan sintesis rantai globin a & b (kromoson 11 & 16)

clip_image003

· Pembentukan rantai a & b diretikulosit tidak seimbang

· Rantai b kurang dibanding rantai a Rantai a kurang

· Ranai b tidak dibentuk sama sekali terbentuk

· Rantai b dibentuk tapi tidak mencukupi dibanding rantai b

clip_image004
clip_image005

clip_image006clip_image007Thalasemia b (beta) Thalasemia a (alfa)

· Pembentukan rantai a & b

· Pembentukan rantai a & b kurang

· Penimbunan dan pengendapan rantai

a & b yang berlebihan

clip_image008

Tidak terbentuk Hb A

(2a dan 2b)

clip_image009

terbentuk inclusion bodies

(akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan)

clip_image010

menempel pada dinding eritrosit

clip_image011

merusak dinding eritrosit

clip_image009[1]

clip_image012hemolisis

· Eritrosit darah tidak efektif dan pengancuran prekursor

eritorsit di intramedular (sumsusm tulang)

· Kurang sintesis Hb sehingga terjadi aritrosit yang

hipokrom dan mikrositer

· Hemolisis eritrosit yang immatur

clip_image013

THALASEMIA

clip_image014clip_image015clip_image016clip_image016[1]THALASEMIA

clip_image017

(Soeparman, 1999, Doengoes, 2000:573)

F. Pemeriksaan Penunjang

Anemia biasanya berat dengan kadar (Hb) berkisar antara 3-9 g/dl. Eritrosif memperlihatkan anisositosis, poikilositosis dan hiporkromia breat. Sering ditemukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca splenektomi. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin. Pada Thalasemia beta kadar HbF berfariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 2%.

G. Penatalaksanaan

Atasi anemia dengan transufi PRC (Packed Red Cell). Transfusi hanya diberikan bila saat diagnosis ditegakkan Hb < 8 g/dl. Selanjutnya sekali diputuskan untuk diberi transfusi darah. Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dl dan tidak melebihi 15,5 g/dl.

Bila tidak terdapat tanda gejala jantung dan Hb sebelum transfusi di atas g/dl, diberikan 10-15 mg/kg BB per satu kali pemberian selama 2 jam atau 20 ml/kg BB dalam waktu 3-4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb < 5 g/dl, dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 ml/kg BB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kg BB/jam. Penderita dengan gagal jantung diberikan oksigen dengan kecepatan 2-4 liter/menit, transfusi darah dan deuritika. Kemudian, bila masih diperlukan diberi digitalisasi setelah Hb > 8 g/dl bersama-sama dengan transfusi darah secara perlahan sampai kadar Hb lebih dari 12 g/dl.

Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi yaitu Desferal secara tim atau iv.

Splenektoni diindikasikan bila terjadi hiperlenisme atau limpa terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien. Splenektoni sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat limpa dalam sistem imun tubuh-tubuh telah dapat ke atas saat alih oleh organ limfoid lain.

Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus tersebut melalui transfusi darah.

Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan Thalasemia mayor. Obat pendukung seperti vitamin C dianjurkan diberi dalam dosis kecil (100-250 mg).

Diberikan asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada pasien Thalasemia. Khususnya pada yang jarang mendapat transfusi darah.

Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati, endoktrin termasuk kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata dan tulang (Mansjoer, 2000:498-497).

H. Fokus Pengkajian

1. Aktivitas/Istirahat

Gejala

:

Keletihan, kelemahan, melaise umum, kehilangan produktivitas: Penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.

Tanda

:

Takikardi/talipnea pada bekerja atau istirahat.

Tetargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya, kelemahan otot dan penurunan kekuatan, tubuh tidak tegak, bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda-tanda keletihan.

2. Sirkulasi

Gejala

:

Riwayat kehilangan darah kronis misal perdarahan Gl Kronis menstruasi berat (DB) angina CHF (Kerja jantung berlebihan) palpitasi

Tanda

:

Peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebam hipotensi postural. Disritma, Abdnomalitas EKG, misal depresi segmen ST dan pendataan/depresi gelombang T takikardia.

Bunyi jantung = Murmor sistolik

Eksremitas (warna)

:

Pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku.

Sklera

:

Biru atau putih seperti mutiara

Pengisian kapiler melambat lebih dari dua detik.

Kuku

:

Mudah patah berbentuk seperti sendok

Rambut

:

Kering, mudah putus, menipis: tumbuh uban secara prematur

3. Integritas

Gejala

:

Budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, mis penolakan transfusi darah

Tanda

:

Depresi

4. Eliminasi

Gejala

:

Riwayat prelonerfritis, gagal ginjal, flatulen, sindrom mal absorbsi hematemasi, fases dengan darah segar, melena

- Diare atau konstipasi

- Penurunan haluran urine

Tanda

:

Distensi abdonem

5. Makanan/Cairan

Gejala

:

Penurunan masukan diet, nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan mual muntah, dispepsia, adanya penurunan berat badan, tidak pernah puas mengunyah

Tanda

:

Lidah tampak merah daging/halus, membran mukosa kering, pucat turgor kulit: buruk, kering tampak kusut/hitam elastisitas, stomatisis dan galsitis

6. Higiene

Tanda

:

Penampilan tidak rapih

7. Neurosensori

Gejala

:

Sakit kepala berdenyut, pusing, ketidak mampuan berkonsentrasi, insommia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, sensasi menjadi dingin

Tanda

:

Peka rangsang

Mental

:

Tak mampu berespon, lambat

Oftalikim

:

Hemoragis retia

Epistalsis

:

Perdarahan dari lubang-lubang

Gangguan koordinasi ataksia: Penurunan rasa getar dan posisi tanda Rombeng positif paralisis.

8. Nyeri/Kenyamanan

Gejala

:

Nyeri abdomen samar: sakit kepala

9. Pernafasan

Gejala

:

Riwayat TB, absen paru, nafas pendek pada istirahat dan aktivitas

Tanda

:

Tahipneu, artopneu dan dispeneu

10. Keamanan

Gejala

:

Riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau kecelakaan

Riwayat kanker, terapi kanker

Tidak toleran terhadap dingin dan panas

Transfusi darah sebelumnya

Gangguan penglihatan

Penyembuhan luka buruk, sering infeksi

Tanda

:

Demam rendah, menggigil, keringan malam, limfa denopati umum petekie dan ekimosis

11. Seksualitas

Gejala

:

Hilang libido (pria dan wanita) impoten

Tanda

:

Serviks dan dinding vagina pucat

(Nanda : 2005)

I. Fokus Intervensi

1. Perubahan perfungsi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel

(Doengoes, 1999: 573-574).

a. Kemungkinan dibuktikan oleh:

- Palpitasi, angina, kulit pucat, membran mukosa kering, kuku dan rambut rapuh

- Ekstrmitas dingin

- Penurunan keluaran urine

- Mual/muntah, distensi abdomen

b. Kriteria hasil:

- Menunjukkan perfungsi adekuat

- Vital sign stabil, pengisian kapiler baik

c. Interverensi:

- Awasi vital sign

- Kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku

- Tinggikan kepala tidur sesuai toleransi

- Awasi upaya pernapasan: auskultasi bunyi nafas perhatikan bunyi adventisius

- Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi

d. Kolaborasi

- Berikan O2 tambahan sesuai indikasi

- Berikan sel darah merah lengkap/paeked; produk darah sesuai indikasi

(Doengoes, 1999: 573-574)

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan

a. Kemungkinan dibuktikan oleh

- Kelemahan dan kelehan, mengeluh penurunan toleransi aktivitas/latihan.

- Palpitasi, takikardia, peningkatan TD/respos pernapasan dengan kerja ringan

b. Kriteria hasil

- Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas

- US dalam keadaan normal

c. Intervensi

- Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/aktivitas normal.

- Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot

- Awasi vital sign

- Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan

- Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin

- Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, nafas pendek, kelemahan atau pusing terjadi

(Doengoes, 1999:574-575)

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna/anoreksia

a. Kemungkinan dibuktikan oleh

- Penurunan berat badan di bawah normal

- Penurunan toleransi untuk aktivitas, kelemahan dan kehilangan tanus otot

b. Kriteria hasil

- Berat badan stabil, tidak mengalami mal nutrisi

- Menunjukkan perilaku, perubahan pada pola hidup meningkatkan dan/mempertahankan berat badan yang sesuai.

c. Intervensi

- Kaji riwayat, termasuk makanan yang disukai

- Observasi dan catat masukan makanan pasien

- Timbang BB tiap hari

- Berikan makanan sedikit tapi sering

- Berikan dan bantu higiene mulut yang baik

d. Kolaborasi

- Berikan diet halus, mudah serat, menghidari makanan panas, pedas/terlalu asam sesuai indikasi.

(Doengoes, 1999:575-576)

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahankan sekunder tidak adekuat

a. Kriteria Hasil

- Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi

- Bebas drainase purulen/eritema dan demam

b. Intervensi

- Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien

- Pertahankan tehnik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka

- Tingkatkan masukan cairan adekuat

- Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermar

- Kolaborasi : berikan antiseptik topikal: antibiotik sistemik

(Doengoes, 1999:578-579)

5. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi/prosedur dan kejadian yang menimbulkan stres

a. Kriteria Hasil

- Pasien menunjukkan penurunan rasa takut

- Anak tetap tenang dan bekerja selama prosedur

b. Intervensi

- Libatkan orang tua dalam melakukan tindakan/prosedur bila dimungkinkan

- Berikan penjelasan sesuai usia tentang prosedur yang akan dilihat/didengar untuk mengurangi rasa takut anak

- Berikan privasi untuk prosedur yang memanjakan tubuh

- Berikan komunikasi terapeutik

(Wong, 2003:342)

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi

a. Kemungkinan dibuktikan oleh

- Pertanyaan: meminta informasi

- Tidak akurat mengikuti instruksi

b. Hasil yang diharapkan

- Menyatakan pemahaman proses penyakit dan rencana pengobatan

- Melakukan tindakan yang perlu atau perubahan pola hidup

c. Intervensi

- Berikan informasi tentang anemia spesifik

- Jelaskan tujuan setiap tindakan/prosedur yang akan dilakukan

- Diskusikan peningkatkan kerentanan terhadap infeksi

- Gunakan jarum terpisah untuk mengambil obat dan injeksi

(Doengoes, 1999: 579-580).

7. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit kusam akibat penumpukan Fe di organ (Carpenito, 2000;304)

a. Kriteria Hasil

- Menggambarkan etiologi dan tindakan pencegahan

b. Intervensi

- Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat

- Berikan dorongan latihan rentang gerak dan mobilitas berat badan bila mengeluh

- Tingkatkan masukan karbohidrat dan protein

Kolaborasi : berikan desferal sesuai indikasi

(Doengoes, 2004:130)

8. Defisit perawatan diri (Higiene) berhubungan dengan kelemahan fisik

a. Kemungkinan dibuktikan oleh:

- Ketidakmampuan dalam membersihkan badan atau bagian badan

- Ketidakmampuan dalam mendapatkan atau memperoleh sumber air

b. Hasil yang diharapkan

- Pasien mampu melakukan aktivitas Higiene dengan bantuan minimal

c. Intervensi

- Kaji Higiene pasien

- Berikan informasi tentang pentingnya personal higiene

- Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan higiene

- Libatkan kelurga dalam pemenuhan higiene pasien

BAB II

RESUME KEPERAWATAN

Pada BAB ini penulis akan menjelaskan asuhan keperawatan pada anak C dengan Thalasemia oleh Penulis, tanggal 18 sampai dengan 19 Agustus 2009 di ruang Melati C3 RSUD Kebumen.

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Nama pasien anak C lahir di Kebumen 30 Mei 2006, umur 3 tahun, agama Islam, alamat Panjang sari RT 01/01 Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen. Nomor RM 104283 dengan diagnosa medis Thalasemia, masuk pada tanggal 17 Mei 2009.

Sebagai penanggung jawab pasien adalah Ayahnya yang bernama Tn. A dengan pendidikan terakhir SMA, pekerjaan wiraswasta agama Islam, alamat Panjangsari RT. 01/01 Kecamatan Gombong, Kebumen.

2. Riwayat Keperawatan

Pasien datang ke Poli anak RSUD Kebumen pada tanggal 9 Agustus 2008, dengan keluhan lemas dan terlihat pucat. Pasien pernah mempunyai riwayat transfusi dengan penyakit yang sama 1 tahun yang lalu di Jogja. Pada saat dikaji tanggal 18 Mei 2009 pasien terlihat lemas dan pucat, kapileri refiil 3 detik, konjungtiva anemis, ekstrensitas dingin, pasien sudah ditransfusi PRC 1 Kolf (200 mL) pada tanggal 9 Agustus 2008 pukul 17.00 WIB. Tanda-tanda vital N = 106 kali/menit, R = 20 kali/menit, Suhu = 35,60C. Gigi pasien terlihat kotor, mukosa bibir kering, rambut tak rapi. Ekstremitas atas terpasang infus NaCl 12 tmp, pasien mendapatkan terapi oral paracetamol sirup ¼ sendok kalau perlu. Berat badan 13 kg, golongan darah B, Hb = 5 g/dl, Tinggi badan 95 cm.

Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara, Ayah pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara dan ibu pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Pasien diasuh oleh orang tuanya. Dalam keluarga tersebut tidak mempunyai riwayat penyakit menurun atau menular. Berikut

Pasien tinggal 1 rumah dengan kedua orang tuanya dan satu orang kakak perempuannya.

3. Pengkajian Fokus

Pada tanggal 18 Mei 2009, pada Pola Aktivitas dan pola latihan sebelum sakit pasien biasa bermain masak-masakan dengan orang tuanya dan teman-temannya, bisa mandi sendiri. Pada saat dikaji pasien terlihat lemas, ekstremitas kanan atas terpasang infus NaCl 12 tpm, pasien baru diseka tadi pagi tetapi belum gosok gigi.

Pada pengkajian pola kognitif persepsi ditemukan data orang tua pasien sering bertanya tentang proses penyakit anaknya dan kondisinya saat ini.

Pada pengkajian koping pada toleransi stress ditemukan data anak takut saat didekati oleh perawat, anak Cenangis dan digendong orang tuanya.

B. Analisa Data

Pada pengkajian didapatkan data fokus yang mengarah pada masalah-masalah yang dihadapi An. C. Daftar masalah disusun berdasarkan data yang ditemukan pada pengkajian tanggal 18 Mei 2009, pukul 09.00 WIB penulis menemukan 3 masalah keperawatan, masalah tersebut adalah.

Didapat data objektif konjungtiva anemis, bibir pucat terdapat tangan dan dasar kuku pucat, kapiler refill 3 detik. Hb = 5 g/dl dan ekstremitas teraba dingin. Dari data tersebut penulis menyimpulkan masalah yang dihadapi adalah perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dalam darah.

Didapatkan data subjektif pasien mengatakan lemas. Data objektif pasien terlihat lemah muka pucat, mukosa kering, nadi 106 kali/menit, R = 20 kali/menit, suhu = 35,60C, Hb = 5,0 g/dl. Dari data tersebut penulis menyimpulkan masalah yang dihadapi adalah toleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Didapatkan data subyektif ibu pasien bertanya tentang proses, penyakit dan kondisi anaknya. Data obyektif wajah tampak cemas. Dari data tersebut penulis menyimpulkan masalah yang dihadapi adalah kurang pengetahuan pada ibu tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang informasi.

Setelah penulis menemukan masalah maka untuk melaksanakan asuhan keperawatan, penulis mencoba untuk memprioritaskan masalah berdasarkan kebutuhan dasar manusia, actual dan tingkat kegawatan, maka masalah keperawatan yang tersusun adalah sebagai berikut:

1. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dalam darah.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

3. Kurang pengetahuan pada ibu tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang informasi.

( Nanda : 2005)

C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi

Penulis menggabungkan antara intervensi, implementasi dan evaluasi dengan harapan agar pembaca lebih mudah untuk memahaminya, untuk:

1. Diagnosa Perubahan Perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dalam darah.

Tujuan dari kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan perfusi jaringan dapat teratasi dengan kriteria hasil: Kapiler refill normal yaitu kurang dari 2 detik, Hb lebih dari 10 g/dl, ekstremitas tidak dingin, Bibir, telapak tangan dan dasar kuku tidak pucat.

Intervensi :

a. Awasi vital sign pasien

b. Kaji pengisian kapiler

c. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi

d. Berikan SDM, darah lengkap sesuai indikasi

e. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht dan jumlah SDM

Penulis melakukan tindakan yang sudah direncanakan tanggal 18 Mei 2009, pukul 09.00 WIB mengkaji vital sign pasien dengan respon pasien : Nadi 106 kali/menit R = 20 kali/menit, suhu = 35,60C, pukul 09.30 WIB mengkaji pengisian kapiler, dengan respon pasien kapiler refill 3 detik.

Hasil evaluasi pada tanggal 19 Mei 2009 untuk masalah diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dalam darah dapat teratasi dengan data obyektif, ekstremitas teraba hangan, kapiler 2 detik, PRC 1 kolf (200 ml) masuk pukul 14.30 WIB, membran mukosa lembab, kulit tidak pucat, Hb 9,9 gr/dl.

2. Diagnosa intoleransi aktivitas dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil, vital sign dalam keadaan normal, Nadi kurang dari 100 kali/menit, Suhu = 360C, R = Kurang dari 30 kali/menit, mukosa lembab, peningkatan aktivitas sesuai dengan kemampuan.

Intervensi :

1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas normal, catat laporan kelelahan/keletihan.

2. Awasi vital sign

3. Berikan lingkungan yang tenang

4. Pertahankan tirah baring

5. Berikan bantuan ambulasi bila perlu

6. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila pasien kelelahan

Penulis melakukan tindakan pada tanggal 18 Mei 2009, pukul 09.00 WIB, mengkaji vital sign dengan respon pasien, Nadi : 106 kali/menit, R : 20 kali/menit, Suhu : 35,60C, Pukul 09.35 WIB menciptakan lingkungan yang bersih dan tenang membantu perawat. Pukul 10.00 WIB menganjurkan kepada orang tua pasien untuk selalu mendampingi dan ikut membantu perawatan anaknya.

Hasil evaluasi pada tanggal 19 Mei 2009, untuk masalah intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dapat teratasi dengan data obyektif pasien sudah bisa bermain bersama temannya tanpa mengalami kelelahan, N : 100 kali/menit, S = 360C R = 24 kali/menit, Hb = 9,9 gr/dl.

3. Diagnosa kurang pengetahuan pada orang tua tentang penyakit anaknya berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan dan kriteria hasilnya : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit, diharapkan ibu atau ayah pasien mengerti tentang proses penyakit dengan kriteria hasil : ibu mengerti tentang penyakit anaknya, wajah tampak rileks, dengan intervensi:

1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga pasien

2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis/verbal tentang penyakit pasien dan tindakan teranperitik

3. Jelaskan setiap prosedur tindakan

4. Intruksikan keluarga mengenai pencegahan penyakit

Penulis melakukan tindakan pada tanggal 18 Mei 2009 pukul 11.30 WIB memberikan penyuluhan tentang penyakit Thalasemia, menyebutkan satu pengertian thalasemia, menyebutkan satu penyebab Thalasemia, mampu menyebutkan dua gejala Thalasemia dan mampu menyebutkan dua cara perawatan penderita Thalasemia dirumah.

Dari hasil evaluasi pada tanggal 19 Mei 2009 untuk masalah kurang pengetahuan pada orang tua tentang penyakit anaknya berhubungan dengan kurang informasi dapat teratas dengan data obyektif ayah pasien mampu menyebutkan satu pengertian thalasemia, menyebutkan satu penyebab Thalasemia, mampu menyebutkan dua gejala Thalasemia dan mampu menyebutkan dua cara perawatan penderita Thalasemia dirumah. Keluarga pasien senang, wajah nampak rileks.

BAB III

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis mencoba membahas asuhan keperawatan yang telah penulis laksanakan dengan menggunakan metode pemecahan masalah serta ilmiah dengan pendekatan proses keperawatan. Disini penulis akan menganalisa asuhan keperawatan pada An. C dengan diagnosa medis Thalasemia, penulis akan membahas diagnosa keperawatan pada An. C berdasarkan prioritas masalah segera urgent dan nonurgent.

1. Diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dalam darah (Nanda, 2005).

Diagnosa ini ditegakkan karena penulis menemukan data obyektif konjungtiva anemis, bibir pucat, telapak tangan dan dasar kuku pucat, kapiler refill 3 detik, Hb 5 g/dl ekstremitas teraba dingin.

Diagnosa ini diprioritaskan pada prioritas pertama karena hal ini dapat mengancam jiwa pasien. Penurunan konsentrasi Hb dalam darah akan mengakibatkan masalah yang lebih serius yang nantinya akan menyebabkan pembesaran limpa dan hati. Tindakan yang penulis lakukan untuk mengatasinya adalah:

a. Memonitor tanda vital pasien

Tindakan ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi, hal ini didukung oleh Nanda, 2005. Keuntungan dari tindakan ini dapat dengan mudah dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien, kelemahannya jika alat yang digunakan rusak atau tidak aman, akan sangat mempengaruhi hasil, termasuk jika anak C menolak atau menangis saat dikaji.

b. Mengkaji pengisian kapiler

Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat pengisian kapiler, hal ini didukung oleh (Nanda, 2005) yang mengatakan dengan tindakan tersebut dapat membantu untuk mengetahui derajat atau keadekuatan perfusi jaringan. Keuntungan dari tindakan ini dapat dengan mudah dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien, kelemahannya jika anak Cenolak, menangis atau rewel saat dikaji.

c. Melakukan kolaborasi dalam pemeriksaan Hb dan pemberian sel darah merah packed sesuai indikasi

Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui kadar Hb pasien dan meningkatkan kadar Hb dalam darah, hal ini didukung oleh (Nanda, 2005) yang menyatakan dengan tindakan tersebut dapat mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan. Intervensi tersebut juga dapat meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen. Keuntungan dari tindakan tersebut akan mempercepat proses penyembuhan, kelemahannya pasien dapat menjadi takut, rewel dan menangis saat dilakukan tindakan.

Dari rencana tindakan yang telah dilakukan ada satu yang belum dilakukan yaitu meninggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. Tindakan ini tidak dilakukan penulis karena kondisi pasien saat itu sangat cemas atau rewel, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan tersebut.

Evaluasi pada tanggal 18 Mei 2009, untuk masalah diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dalam darah dapat teratasi dengan data obyektif. Ektremitas teraba hangat, kapiler refill 2 detik. PRC 1 kolf (200 ml) masuk pukul 14.00 WIB, membran mukosa lembab kulit tidak pucat, Hb : 10 gr/dl.

2. Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Doengoes, 2000: 574)

Intoleransi aktifitas yaitu penurunan dalam kapasitas fisiologi seseorang untuk melakukan aktifitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang dibutuhkan (Carpenito, 2001: 20).

Dalam pengkajian penulis menemukan data subyektif : pasien mengatakan lemas, data obyektif : pasien terlihat lemah, muka pucat, mukosa kering, N : 106 kali/menit, R : 20 kali/menit, S ; 35,60C, Hb : 5 g/dl.

Penulis memprioritaskan masalah ini ke prioritas yang kedua karena apabila masalah tersebut tidak segera ditangani akan berkembang ke masalah yang lebih serius, karena itu penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut:

  1. Mengkaji Vital sign pasien

Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien, hal ini didukung oleh Doengoes, 2000:574 yang menyatakan bahwa dengan mengukur vital sign dapat mengetahui manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan para untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan. Keuntungan dari tindakan ini dapat dengan mudah dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien, kelemahannya jika alat yang digunanakan tidak sama atau rusak akan sangat mempengaruhi hasil, termasuk jika anak rewel atau menangis.

  1. Menciptakan lingkungan yang bersih tenang

Tindakan ini dilakukan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan oksigen dan aktivitas, hal ini didukung oleh Doengoes, 2000: 575, yang menyatakan bahwa dengan memberikan lingkungan yang tenang dapat meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru. Keuntungan dari tindakan ini dapat meningkatkan kebutuhan istirahat pasien, kelemahannya jika pasien tidak kooperatif atau takut saat dilakukan tindakan.

Dari rencana tindakan yang penulis buat ada beberapa yang belum dilakukan penulis yaitu mempertahankan tirah baring dan memberikan bantuan ambulasi bila perlu. Tindakan ini tidak dilakukan karena orang tua pasien selalu mendampingi dan selalu membantu dalam memenuhi apa yang dibutuhkan pasien, sehingga perawat bekerja sama dengan keluarga pasien.

Evaluasi pada tanggal 19 Mei 2009, untuk masalah toleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dapat teratasi dengan data obyektif pasien sudah bisa bermain bersama temannya tanpa mengalami kelelahan, N : 100 kali/menit, S : 360C, R : 24 kali/menit, Hb : 10 gr/dl.

3. Diagnosa kurang pengetahuan pada orang tua tentang penyakit anaknya berhubungan dengan kurang informasi

Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seseorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau keterampilan psikomotor berhubungan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito, 2000).

Diagnosa ini ditegakkan karena penulis menemukan data-datas ebagai berikut: data subyektif ibu pasien bertanya tentang proses penyakit dan kondisi anaknya. Data obyektif: wajah tampak cemas.

Diagnosa ini diprioritaskan pada nomor ke tiga karena pengetahuan adalah suatu masalah yang tidak terlalu membahayakan jiwa pasien. Tindakan yang penulis lakukan untuk mengatasi masalah ini adalah:

  1. Mengkaji tingkat pengetahuan dan pendidikan keluarga tentang perawatan Thalasemia

Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatan anaknya sehingga informasi dari perawat mudah diterima oleh keluarga pasien serta untuk menentukan intervensi yang tepat. Hal ini sesuai dengan Doengoes, 2000 yaitu belajar lebih mudah bila dimulai dari pengetahuan peserta belajar. Keuntungan: penulis bisa mengetahui kesiapan pasien dalam menerima informasi, mengetahui sejauh mana pengetahuan keluarga tentang penyakit Thalasemia dan perawatannya.

Kerugian: pendidikan yang rendah belum tentu kurang pengetahuAn. Cemberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan Thalasemia.

  1. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan Thalasemia

Penulis melakukan tindakan ini karena diharapkan setelah diberikan pendidikan kesehatan, pengetahuan keluarga bertambah sehingga bisa merawat pasien Thalasemia dengan baik. Hal ini didukung dengan memberikan informasi dimana pasien/orang terdepat dapat memilih berdasarkan informasi (Doengoes, 2000).

Keuntungan: Pengetahuan bertambah, perawatan pada pasien lebih baik dan keluarga akan lebih mandiri dalam membantu memberikan perawatan pada pasien. Kerugiannya jika keluarga pasien tidak kooperatif, informasi tidak bisa diterima dengan baik.

Diagnosa yang dicantumkan dalam fokus intervensi namun tidak didapatkan dalam kasu An. C adalah:

1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit kusam akibat pemupukan Fe dalam kulit, karena penulis tidak menemukan data yang menunjang untuk ditegakkannya diagnosa ini. Hal ini didukung oleh Carpenito 2001:302 yang menyatakan batasan karakteristik untuk masalah resiko kerusakan integritas kulit yaitu adanya gangguan jaringan epidermis dan dermis. Penurunan kulit, eriterma, lesi, pruiritas. Dalam pengkajian penulis tidak menemukan data yang tersebut di atas karea pasien baru melakukan transfusi yang kedua kalinya, sehingga penulis tidak mengangkat resiko kerusakan integritas kulit.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan mencerna atau anoreksia. Diagnosa ini tidak ditegakkan oleh penulis karena penulis tidak menemukan batasan-batasan karakteristik yang ada dalam pasien seperti yang ada dalam Carpenito, 2001:259 yang menyatakan untuk batasan karakteristik perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yaitu masukan makanan individu tidak adekuat, kurang dari yang dianjurkan dengana tau tanpa aktual atau potensial dalam masukan kebutuhan-kebuthan. Dalam pengkajian yang dilakukan penulis diit, yang disediakan rumah sakit selalu habis dan tidak muncul mual muntah.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan permasalahan sekunder tidak adekuat. Diagnosa ini tidak ditegakkan oleh penulis karena penulis tidak menemukan batasan-batasan karakteristik yang ada dalam pasien seperti yang ada dalam Carpenito 2001, 204 yang menyatakan untuk batasan karakteristik. Resiko infeksi berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu sekunder yaitu adanya tanda gejala infeksi (demam, dolor, tumor, rubor, drainase purulen). Pada pasien An. C penulis tidak menemukan tanda-tanda infeksi seperti yang disebutkan di atas, jadi penulis tidak mengangkat diagnosa resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat.

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

( S A P )

Topik : Thalasemia

Subtopik : Penatalaksanaan thalasemia

Penyuluh : A. Panggih Wisnu Aji

Waktu : 08.30 – 09.00 WIB

Sasaran : Keluarga dan klien

Hari / tanggal : Selasa, 19 Mei 2009

Tempat : Ruang Melati Kamar C5 RSUD Kebumen

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan/pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit diharapkan keluarga tahu tentang penatalaksanaan thalasemia.

B. Tujuan Intruksional Khusus (TIK)

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit diharapkan keluarga klien dapat :

1) Mengerti tentang pengertian thalasemia

2) Mengerti satu penyebab thalasemia

3) Mengerti dua tanda dan gejala thalasemia

4) Mengerti dua pencegahan thalasemia

5) Mengerti cara mengidentifikasi thalasemia di rumah

C. Metode

a) Ceramah

b) Tanya jawab

D. Media

Lembar balik

E. Materi

Terlampir

F. Uraian Kegiatan

No

Waktu

Kegiatan

Perawat

Keluarga

1

5 menit

a) Prainteraksi

- Mengucapkan salam

- Memperkenalkan diri

- Membuat kontrak

- Menjelaskan maksud dan tujuan

- Keluarga menjawab salam

- Keluarga mengenal pembicara

- Klien menyetujui kontrak

- Klien mengetahui maksud dan tujuan

2

15 menit

b) Interaksi

- Menjelaskan pengertian thalasemia

- Menjelaskan penyebab thalasemia

- Menjelaskan tanda dan gejala thalasemia

- Menjelaskan pencegahan thalasemia

- Menjelaskan cara mengidentifikasi thalasemia di rumah

- Keluarga tahu pengertian thalasemia

- Keluarga tahu penyebab thalasemia

- Keluarga tahu tanda dan gejala thalasemia

- Keluarga tahu cara mencegah thalasemia

- Keluarga tahu cara mengidentifikasi thalasemia di rumah

3

10 menit

c) Terminasi

- Menanyakan pengertian thalasemia

- Menanyakan satu penyebab thalasemia

- Menanyakan dua tanda dan gejala thalasemia

- Menanyakan dua pencegah thalasemia

- Menanyakan cara mengidentifikasi thalasemia di rumah

- Memberi reinforsment positif

- Keluarga menjawab pengertian thalasemia

- Keluarga menjawab satu penyebabnya

- Keluarga menjawab dua tanda dan gejalanya

- Keluarga menjawab pencegahannya

- Keluarga mempraktekkan mengidentifikasi thalasemia

- Keluarga tersenyum

d) Penutup

- Berpamitan

- Mengucapkan salam

-

- Keluarga menjawab salam


G. Evaluasi

1. Persiapan

Media : Lembar balik

Tempat dan waktu : Ruang Melati Kamar C5 ; Selasa, 19 Mei 2009

Materi : Penatalaksanaan thalasemia

Penyuluhan : A. Panggih Wisnu Aji

Kontrak : Keluarga menyetujui kontrak jam 08.30-09.00 WIB

2. Proses

Keluarga 90% antusias dan kooperatif pada pendidikan kesehatan yang akan diberikan. Terutama tentang materi thalasemia.

3. Hasil

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit diharapkan keluarga yang datang tahu dan mengerti tentang :

a) Pengertian thalasemia

b) Penyebab thalasemia

c) Tanda dan gejala thalasemia

d) Pencegahan thalasemia

e) Cara pengidentifikasian thalasemia di rumah

Lampiran Materi

THALASEMIA

A. Pengertian

Thalasemia adalah suatu penyakit yang diakibatkan kerusakan genetik yang diturunkan dari orang tua ke anak-anaknya.

B. Penyebab

Penyebab dari thalasemia adalah genetik orang tua yang diturunkan kepada anak-anaknya.

C. Tanda dan Gejala

- Anak lemah

- Pucat

- Berat badan menurun

- Gizi buruk

- Perut membuncit karena adanya pembesaran hati dan limfa.

D. Pencegahan Thalasemia

- Memeriksakan darah anak lainnya.

- Mengikuti program KB

- Jika ada anggota keluarga yang belum menikah, segera periksa darah dahulu.

E. Identifikasi Thalasemia di Rumah

Keluarga diajari cara mengidentifikasi darah tepi (normal < 2 detik), melihat konjungtiva (pucat atau tidak) dan segera cek darah sebelum 120 hari dari transfusi terakhir.

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

( S A P )

Topik : Thalasemia

Subtopik : Penatalaksanaan thalasemia

Penyuluh : A. Panggih Wisnu Aji

Waktu : 08.30 – 09.00 WIB

Sasaran : Keluarga dan klien

Hari / tanggal : Selasa, 19 Mei 2009

Tempat : Ruang Melati Kamar C5 RSUD Kebumen

H. Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan/pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit diharapkan keluarga tahu tentang penatalaksanaan thalasemia.

I. Tujuan Intruksional Khusus (TIK)

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit diharapkan keluarga klien dapat :

1) Mengerti tentang pengertian thalasemia

2) Mengerti satu penyebab thalasemia

3) Mengerti dua tanda dan gejala thalasemia

4) Mengerti dua pencegahan thalasemia

5) Mengerti cara mengidentifikasi thalasemia di rumah

J. Metode

a) Ceramah

b) Tanya jawab

K. Media

Lembar balik

L. Materi

Terlampir

M. Uraian Kegiatan

No

Waktu

Kegiatan

Perawat

Keluarga

1

5 menit

e) Prainteraksi

- Mengucapkan salam

- Memperkenalkan diri

- Membuat kontrak

- Menjelaskan maksud dan tujuan

- Keluarga menjawab salam

- Keluarga mengenal pembicara

- Klien menyetujui kontrak

- Klien mengetahui maksud dan tujuan

2

15 menit

f) Interaksi

- Menjelaskan pengertian thalasemia

- Menjelaskan penyebab thalasemia

- Menjelaskan tanda dan gejala thalasemia

- Menjelaskan pencegahan thalasemia

- Menjelaskan cara mengidentifikasi thalasemia di rumah

- Keluarga tahu pengertian thalasemia

- Keluarga tahu penyebab thalasemia

- Keluarga tahu tanda dan gejala thalasemia

- Keluarga tahu cara mencegah thalasemia

- Keluarga tahu cara mengidentifikasi thalasemia di rumah

3

10 menit

g) Terminasi

- Menanyakan pengertian thalasemia

- Menanyakan satu penyebab thalasemia

- Menanyakan dua tanda dan gejala thalasemia

- Menanyakan dua pencegah thalasemia

- Menanyakan cara mengidentifikasi thalasemia di rumah

- Memberi reinforsment positif

- Keluarga menjawab pengertian thalasemia

- Keluarga menjawab satu penyebabnya

- Keluarga menjawab dua tanda dan gejalanya

- Keluarga menjawab pencegahannya

- Keluarga mempraktekkan mengidentifikasi thalasemia

- Keluarga tersenyum

h) Penutup

- Berpamitan

- Mengucapkan salam

-

- Keluarga menjawab salam


N. Evaluasi

1. Persiapan

Media : Lembar balik

Tempat dan waktu : Ruang Melati Kamar C5 ; Selasa, 19 Mei 2009

Materi : Penatalaksanaan thalasemia

Penyuluhan : A. Panggih Wisnu Aji

Kontrak : Keluarga menyetujui kontrak jam 08.30-09.00 WIB

2. Proses

Keluarga 90% antusias dan kooperatif pada pendidikan kesehatan yang akan diberikan. Terutama tentang materi thalasemia.

3. Hasil

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit diharapkan keluarga yang datang tahu dan mengerti tentang :

f) Pengertian thalasemia

g) Penyebab thalasemia

h) Tanda dan gejala thalasemia

i) Pencegahan thalasemia

j) Cara pengidentifikasian thalasemia di rumah

Lampiran Materi

THALASEMIA

A. Pengertian

Thalasemia adalah suatu penyakit yang diakibatkan kerusakan genetik yang diturunkan dari orang tua ke anak-anaknya.

B. Penyebab

Penyebab dari thalasemia adalah genetik orang tua yang diturunkan kepada anak-anaknya.

C. Tanda dan Gejala

- Anak lemah

- Pucat

- Berat badan menurun

- Gizi buruk

- Perut membuncit karena adanya pembesaran hati dan limfa.

F. Pencegahan Thalasemia

- Memeriksakan darah anak lainnya.

- Mengikuti program KB

- Jika ada anggota keluarga yang belum menikah, segera periksa darah dahulu.

G. Identifikasi Thalasemia di Rumah

Keluarga diajari cara mengidentifikasi darah tepi (normal < 2 detik), melihat konjungtiva (pucat atau tidak) dan segera cek darah sebelum 120 hari dari transfusi terakhir.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Alih Bahasa: Yasmin Asih, EGC, Jakarta.

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih Bahasa: Monica Ester, EGC. Jakarta.

Effendy, N. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.

Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Aesculapius, Jakarta.

Nanda, 2004. Diagnosis Keperawatan Nanda, Alih Bahasa: Ani Haryani, dkk. PSIK-B UGM. 2002. Yogyakarta.

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Price. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: Defer Amigrah, EGC. Jakarta.

Soeparman. 1998. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, FKUI, Jakarta.

Supartini, 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC. Jakarta.

Soejtiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.

Wong. 2003. Keperawatan Pediartrik, Edisi IV. Alih Bahasa: Monica Ester. EGC, Jakarta.

Posting Komentar

0 Komentar